Beberapa hari sebelum Drajat keluar dari rumah tahanan, seorang rekannya yang sesama narapidana bertanya ke mana ia akan pergi setelah ini dan Drajat hanya menggelengkan kepalanya. Ia terdiam. Namun, sesaat kemudian ia berkata, “Aku ingin bertemu anakku. Tapi aku tak punya nyali.”
“Kenapa? Pulanglah. Temui anakmu.”
“Aku sudah cerai dengan istriku. Tak tahu ia akan menerimaku kembali atau tidak.”
“Setidaknya kau sudah menuntaskan rindumu kepada anakmu. Pulang saja. Katakan kepada istrimu bahwa kini kau sudah berubah.”
Drajat kembali terdiam. Ia memikirkan apa yang akan ia lakukan ketika kakiknya melangkah keluar dari rumah tahanan. Baca lebih lanjut